Wednesday 18 November 2015

BELAJAR KEBAIKAN DARI MEREKA (ANAK NEGERI DAN BUKAN DOLI)

18 November 2015, Emma berkesempatan untuk menghadiri talkshow "The Difference Maker" yang diselenggarakan oleh Universitas Ciputra, sepertinya penyelenggaranya dari anak Eksos (Ekonomi Sosial).Mereka sangat amazing guys.

Ada beberapa narasumber yang berbagi ilmu tentang pengalamannya di bidang masing-masing yang berhubungan dengan social entrepreneur. Memang apa social entrepreneur itu? menurutku artnya dimana usaha kita juga berdampak langsung untuk kesejahteraan sekelompok. Dmapak secara ekonomi, psikologi, pendidikan dan lainnya. Sebenarnya semua narasumber sangat menarik hati. Tetapi Emma terpanah dengan dua orang narasumber.

***
 

Secara garis besar, aku sangat kagum dengan perjuangan Pak Didit Hape, founder Sanggar Alang-Alang. Sanggar Alang-Alang didirikan pada 16 April 1999, tanggal istimewa karena tepat ulang tahun sang istri. ASejak tahun 1999 hingga kini 2015 beliau bersama istri menyumbangkan waktu dan pikiran untuk "anak negeri". Anak negeri adalah kalimat idiom untuk anak jalanan. Lebih sopan kan reader. Mengapa disebut "Anak Negeri"? Pak didit mengatakan bahwa sesuai dengan UUD 1945 Pasal 34 dimana orang miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Tidak ada pasal tentang anak jalanan tetapi anak jalanan termasuk dalam golongan anak terlantar. Sehingga anak jalanan juga termasuk anak negara atau anak negeri. 
http://1.bp.blogspot.com/_19j87EQervM/Rar8LBD4bnI/AAAAAAAAAAM/WNM94vkKBoA/s320/alang2%2Bhouse.JPG 

Dulunya Pak Didit bekerja di TVRI, setiap memperoleh gaji beliau sisihkan untuk keperluan sanggar. Beliau sangat bersyukur memiliki istri yang pengertian. Karena sang istri sangat memahami maksud baik Pak Didit. Hemm.. istri calon penghuni surga ya reader#hehe

Sampai saat ini Pak Didit masih mengontrak rumah yang sejak tahun 1999 dijadikan basecamp Sanggar Alang-Alang. Sebenarnya aku ingin bertanya "mengapa tetap saja mengontrak di rumah yang tidak terlalu besar untuk anak-anak negeri? padahal sudah banyak penghargaan baik dari pemerintah kota maupun pusat. Apa memang lebih strategis begitu atau belum ada donatur untuk memberikan bantuan basecamp yang lebih luas?" namun karena acara saat itu cukup lama hingga hanya dibatasi satu pertanyaan, aku belum memperoleh kesempatan bertanya. 

Banyak penghargaan yang beliau dan anak-anak negeri terima. Beberapa yang Emma tahu sebagai berikut:
1.  Anugrah social award 2013 dari Bu Risma, walikota Surabaya
2. Poor award dari pemerintah kota Surabaya
3. Anak negeri ikut serta dalam pertandingan sepak bola di Brazil 2014

Tidak sedikit pejabat negara yang turut bangga dengan perjuangan Pak Didit. Seperti Ibu Khofifah, Menteri Sosial RI periode Pak Jokowi. Beliau memperoleh inspirasi dari Sanggar Alang-Alang untuk membentuk sebuah badan yang berperan membantu masyarakat kurang mampu. Semoga saja tidak sekadar wacana lalu menghilang ditelan bumi seperti menteri sebelumnya yang menjanjikan suatu hal kepada Pak Didit namun setelah pergantian presiden, musnah sudah janji tersebut#miris

Belajar, Berkarya, Berdo'a

Itu adalah motto hidup Pak Didit selama ini. Beliau tidak pernah mengharapkan berbagai penghargaan tetapi beliau berharap tidak ada lagi anak negeri (anak jalanan) di Surabaya dan tidak ada lagi yang memandang sebelah mata mereka yang kurang mampu. 
Hebatnya lagi, tidak hanya anak negeri saja tetapi juga para PRT (Pekerja Rumah Tangga) yang diberdayakan oleh Pak Didit melalui program "Bimbingan Anak Perawan (Perempuan Rawan)". Secara mobile, pembelajaran PRT ini dari satu rumah ke rumah lain karena tidak setiap waktu PRT bisa bebas untuk keluar rumah. 

Di usia beliau yang sudah tidak mudah lagi, harus membawa tongkat dan penglihatan sudah tidah sejelas dulu, Pak Didit Hape tetap menorehkan seberkas harapan untuk anak negeri. Seperti anak negeri yang berhasil menggapai impiannya yaitu Dayat dan Siti Idola Cilik serta Wawan "Klantink" juara 1 IMB (Indonesia Mencari Bakat).

*** 

Mas Djalu, lulusan ITS yang tidak ada basic ekonomi karena selalu berteman dengan mesin. Eits.. tapi sosok ini sangat menginspirasiku. Sampai-sampai saat talkshow aku tidak berkedip sama sekali#hehe terpukau.

Siapa yang tidak kenal Doli?
Siapa yang sudah pernah ke Doli? lewat saja tidak apa-apa.

Dua pertanyaan diatas dilontarkan Mas Djalu kepada kami dan dalam sekejap suasana menjadi hiru pikuk. Bagaimana denganmu reader sudah pernah ke Doli? 

Siapa yang tidak kenal Doli, kawasan prostitusi yang katanya terbesar se-Asia Tenggara. Kok bisa? Mas Djalu menjelaskan bahwa prostitusi Doli sudah ada hingga 3 generasi dan pada masa kejayaannya pernah PSK (Pegawai Seks Komersial) berjumlah 8000 wanita.WAW.. bayangkan berapa mahasiswa baru yang setiap tahun masuk di universitasmu reader? mereka kalau diajak demo mungkin menang masa ya#hehe.

Dalam sehari penghasilan kotor bisa mencapai 1-2 Milyar rupiah. PSK kisaran 1500 orang dengan 9 kali bekerja dalam sehari. Selain prostitusi belum juga usaha gelap lainnya seprti narkoba, miras dan karaoke. Uang milyaran jelas bisa diperoleh dalam sehari.

Maka dari itu, sejak penutupan kawasan Doli 18 Juni 2014, Mas Djalu bersama teman-temannya merintis sebuah harapan baru untuk masyarakat Doli yaitu "Menyebarkan Kebaikan". Tidak mudah, pasti reader. Ada pihak yang kontra dan pro. Pihak yang kontra jelas mereka tidak setuju karena penutupan Doli sama saja melumpuhkan mata pencaharian masyarakat sekitar. Tidak hanya PSK, namun juga mereka yang menggantungkan hidup dari keramaian prostitusi disana seperti tukang parkir, penjual asongan, tukang cuci dan lainnya. Sedangkan mereka yang setuju jelas karena kawasan Doli sudah mencoreng nama baik Kota Surabaya, menyebabkan HIV/AIDS, mengganggu psikologi anak dan moral masyarakat. 

Hebatnya, Mas Djalu dan teman-teman mengambil jalan tengah. Dimana benang merah adalah waktu. Bagi mereka yang kontra itu rasa ketakutan di masa depan jika tidak ada pekerjaan lagi. Sedangkan yang pro itu karena sudah resah dengan adanya kawasan Doli sejak awal berada hingga 2014. Dan jalan tengahnya bukan berawal dari materi tetapi berawal dari "nyali pemuda". Mereka bertekad untuk merubah image kawasan Doli yang buruk menjadi pandangan yang positif.

Singkat cerita, Mas Djalu dan teman-teman menjadikan kawasan Doli sebagai tempat wisata yang inspiratrip. Ada kampung napak tilas (bisa melihat dahulu kawasan sebelum berubah bagaimana kondisinya saat menjadi tempat prostitusi), ada kampun tematik dimana ada kampung yang dirubah menjadi kawasan hijau "urban farming" dan ada kampung oleh-oleh dengan menjual jajana khas asli Surabaya yaitu samiler (kripik singkong) yang diberi nama "samijali" (samiler jarak doli)#keren ya reader.

Anak muda itu pikirannya liar
Tangan dan kaki bergerak semaunya untuk berubah..
Tidak bisa diam saja dengan hal yang mengganjal di hadapannya..

Begitu kata Mas Djalu.. sangat membara sekali.

***  

Kebaikan yang ditanam dengan ikhlas..
Yakin suatu saat nanti kebaikan itu akan kembali tanpa diminta..
Karena kebaikan itu akan datang di saat yang dikehendaki oleh tuhan..

Keep writing,always inspiring#don't be silent reader ya guys..#30dwc


 


No comments:

Post a Comment