Monday 26 October 2015

Sepanjang Injoko Banyak Mawar Merah

Assalamu'alaikum guys..
Bagaimana dengan kehidupan kalian akhir-akhir ini?
Apakah selalu dalam kebahagiaan?
Masih hidup susah atau sudah enak?
Bagiku dalam kondisi susah maupun senang harus tetap bersyukur..
Bersyukur masih bisa diberi kesempatan menghirup udara pagi kembali..
Seperti topik kali ini tentang "Sepanjang Injoko Banyak Mawar Merah"
Let's check on..


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiHaO_gT3Yq7bih2JQWO21lZHuFSznBc8dMKXfFkYKjz8siyN1mufzkQtIjtA1oI7nbCPKrr2ttQMxOsHpMZ5eN8jgP6QPZe336LTt9yovdn4s4pVZFwti0b0WNVVPjSpIg-9vm3YTngq1Y/s1600/puisi_bunga_mawar_berduri.jpg
   
     Aku selalu melewati jalanan ini, namanya Jalan Injoko. Jalan ini bisa menuju Masjid Al-Akbar Surabaya, SMA Al-Hikmah Surabaya, Taman Pelangi, bisa ke kampusku juga UNESA dan yang lainnya. Hampir setiap hari aku melewatinya karena berangkat dan pulang kerja selalu melewati jalan ini. aat mengajar les adik-adik juga sering lewat sini dan saat ingin bermain air alias berenang aku memang harus lewat Jalan Injoko karena letaknya di Sport Center SMA Al-Hikmah.
    Entah kelebihanku atau aku saja yang iseng ya, mataku ini saat menyetir motor selalu lihat kanan-kiri. Tetapi aku tetap fokus menyetir. Aku sangat menyukai keindahan dan mudah jenuh. Jadi kalau menyetir motor aku tidak suka kalau hanya fokus lihat ke depan. Sesekali aku lihat pemandangan di kanan -kiriku. Saat lampu merah berhenti saja aku suka lihat kaca spion motor, bukan untuk mengaca ya tetapi aku suka lihat gerak-gerik pengendara lain. Saat menyetir motorpun aku suka menyanyi dan bersholawat tentunya. Memang saat-saat menyetir motor itu sangat menyenangkan. Kita bisa mengekspresikan perasaan apapun yang sedang kita rasakan. Lagi marah atau kesal, teriak-teriak saja saat menyetir apalagi dengan speed yang kencang (harus tetap hati-hati ya), bisa nangis tanpa ada yang lihat (pakai masker ya).
   Apa hubungannya Jalan Injoko dan Mawar Merah? siapa yang tidak kenal dengan mawar merah. Apalagi warna merah ini identik dengan warna kesukaan kaum perempuan. Tetapi maksudku disini mawar merah seperti warnanya yaitu merah yang melambangkan keberanian, kekuatan, semangat hidup, pantang menyerah dan sangat menginspirasi. Bunga mawar sendiri bagiku melambangkan kesempurnaan. Kalau ada yang tidak setuju bolehlah, tidak apa. Mengapa menurutku melambangkan kesempurnaan? karena mulai dari tangkainya, daun, kelopak bunga, mahkota bunga, putik, benang sari hingga memiliki duri bunga juga. Meskipun ada bunga lain yang sempurna juga seperti bunga sepatu tetap saja aroma harum bunga mawar itu istimewa.
     Tangkai mawar merah yang tidak tebal itu menopang bunga mawar beralaskan kelopak bunga. Ibarat kehidupan bagaikan kekuatan do'a yang dengan dukungan orang tercinta yang selalu membuat seseorang kuat menjalani hidupnya. Duri mawar ibarat liku-liku kehidupan. Tidak selamanya hidup indah karena pasti ada ujian dan halangan untuk mencapai apa yang diinginkan. Tetapi coba bayangkan, warna mahkota bunga yang merah merekah betapa sangat sejuk dipandang mata.
     Hubungan Jalan Injoko dan mawar merah bukan karena banyak tanaman mawar merah di sepanjang Jalan Injoko, bukan itu. Coba melewati jalanan itu, apa ada mawar merah di sepanjang jalan? ini adalah kalimat kiasan untuk menggambarkan orang-orang yang aku temui sepanjang diri ini melewati jalanan ini. Memang ada apa dengan mereka?
     Hatiku ini terbuat dari gumpalan dari jadi terasa lunak, penjelasannya seperti pada blog sebelumnya berjudul "Habis Putus, Terbitlah Terang". Well, saat mata ini melihat kanan-kiri selalu ada saja orang-orang yang aku lihat sangat menginspirasi seperti arti warna merah bagiku. Jalanan ini banyak dinaungi oleh dinas-dinas pemerintahan dan perumahan. Perumahannya cukup mewah juga. Tetapi dalam kemewahan itu, justru masih ada orang-orang yang mungkin kita anggap biasa malah sangat biasa sekali. Kesederhanaan mereka justru sangat memberikan kekuatan hidup bagi kita terutama bagi merek yang kurang bersyukur.
      Jalan Injoko bukan hanya sekadar jalanan biasa saja, jalanan ini menjadi saksi bulir-bulir keringat yang akan selalu teringat dari tangan-tangan dan kaki-kaki mereka yang sedang mencari nafkah demi keluarga. Aku tidak ingat hari apa saja aku bertemu dengan mereka karena pasti dalam banyak hari. Pertama, aku selalu bertemu dengan kakek tua yang menjaga perlintasan kereta api setiap berangkat kerja. Saat sore hari pulang kerja bukan kakek tua namun seorang bapak yang masih muda. Kakek tua itu tidak memaksa untuk mendapatkan uang dari pekerjaanya itu tetapi beliau juga bukan relawan. Beliau di usianya yang senja, badan sedikit bungkuk dan penglihatan yang agak rabun selalu membantu para pengendara saat melewati rel kereta api.

     Saat lampu merah dengan salah satu tangannya yang membawa bendera merah, beliau berada tepat di depan para pengendara, diantara rel dan para pengendara tepatnya. Sambil membawa peluit yang ditiupkan dari bibirnya. Meskipun suaranya tidak sekencang suara kereta api saat lewat, tetap saja kami para pengendara sangat terbantu. Beliau tidak mengharapkan uang lima ribuan bahkan sepuluh ribuan. Dari para pengendara kulihat ada yang memberi uang recehan dijatuhkan dari motor atau mobil, ada juga yang memberi uang seribu dan dua ribu. Tetapi tidak semua pengendara yang lewat memberi beliau uang. Dari puluhan pengendara yang lewat kulihat hanya dua atau tiga orang saja yang memberi.
       Bagaimana menurutmu guys? jangan mau kalah dengan kakek tua itu. Semangat hidupnya ditengah usia beliau yang senja masih sangat tinggi. Meskipun terik sinar matahari menghampiri, hanya dengan penutup kepala pak tani "capil" beliau tetap bekerja. Pekerjaan yang penghasilannya dalam sehari bahkan seminggu belum tentu cukup untuk kehidupannya sehari-hari. Aku tidah tahu apakah beliau hidup sendiri atau tidak? jika masih ada keluarga misalkan anak dan cucu, mengapa beliau tetap bekerja dan bekerja seperti ini? iya mungkin memang ini jalan hidup beliau saat ini. Lebih baik jadi penjaga perlintasan kereta api daripaa jadi pengemis.
     Bicara tentang pengemis di Jalan Injoko juga ada pengemis. Mulai dari seorang bapak yang menggendong anak kecil di pinggir jalan berharap ada pengendara motor yang berhenti dan memberinya uang atau makanan. Ada juga seorang bapak yang mengendarai seperti kursi roda dengan ada tulisan di balik kursinya "mencari nafkah bla..bla..bla..", ada juga yang kakinya seperti hanya satu seorang ibu dan berjalan layaknya suster ngesot. Tapi jujur aku katakan, aku tidak terlalu iba terhadap mereka. Aku justru kasihan sekali. Kasihan apa coba? mereka masih bisa bekerja yang lebih baik dibandingkan mengemis, sebenarnya. Dan jujur kukatakan, aku pernah melihat seorang ibu itu turun dari sepeda motor. Ada seorang laki-laki yang menyetir motor dan ibu itu turun dari motor itu. Tanda tanya besar bagiku. Aku hanya menatap beliau dari kejauhan. Bapk pengemis yang naik kursi roda itupun, sejak aku magang di salah satu perusahaan di daerah Injoko juga, bapak itu masih tetap saja jadi pengemis padahal sudah beberapa tahun yang lalu. Apa mereka termasuk diibaratkan bunga mawar merah guys? coba direnungkan ya.
      Selain itu aku juga sering melihat bapak penjual layah. Kamu tahu layah guys? semacam wadah untuk membuat sambal. Bapak itu menjual layah dari ukuran kecil,sedang hingga besar. Layah-layah itu dibawa dengan topangan kedua tangannya, seperti alat timbang guys ada dua kardus yang dibawa. Tidak banyak jumlah layah yang dibawa, hanya 2-3 layah di setiap topangan. Apa menurutmu setiap hari akan ada yang beli? meskipun di Jalan Injoko banyak perumahan belum tentu ada yang mau membeli. Pernah saat Bulan Ramadhan, di terik sinar matahari yang mengguyur, beliau berjalan pelan-pelan menyusuri pinggir jalanan hanya ditemani handuk kecil di lehernya. Kalau beliau tidak berkeliling, aku tidak yakin dagangannya akan laku. Dan saat aku berhenti sekadar berbagi untuk berbuka,
aku bertanya pada beliau "Bapak puasa?', 
beliau hanya menjawab "iya nak".
     Setiap aku tidak sengaja bertemu dengan beliau, kulihat beliau duduk beralaskan tanah di pinggir jalan perempatan jalan. Sesekali beliau merenung dengan memandangi jalanan sore hari. Aku pernah melewati jalan yang akan menuju Masjid Al-Akbar, ada juga bapak lain yang berjualan sama seperti beliau. Sungguh sangat menginspirasi. Belum tentu mereka makan enak setiap hari, yang penting mencari nafkah. Mereka juga tidak ingin dikasihani. Mereka hanya ingin dagangannya laku supaya ada uang yang dibawa saat pulang ke rumah. Kalau kisah penjual layah ini apa termasuk bunga mawar merah guys? yang penuh kekuatan dan pantang menyerah. Cuma satu pertanyaa dalam benakku "mengapa penjual layah itu tetap memilih melewati jalan itu?"
      Penjelajahan mata ini tidak berhenti sampai disitu saja. Sesekali siang hari saat aku melewati Jalan Injoko, ada seorang bapak dengan sepeda tuanya berjalan menyusuri pinggir jalan. Ada benda panjang terbuat dari bambu yang menempel di sepedanya berikatkan tali. Kadang kulihat ada dua buah atau hanya satu saja yang dibawa. Benda itu biasanya disebut "kereh" atau bisa kusebut seperti korden, yang biasanya ditaruh di depan teras rumah dan dipasang menggantung untuk menutupi teras dari terik sinar matahari. Tahu kan maksudku? terserah kalian menyebutnya apa.
Pernah aku bertanya pada bapakku sendiri "Pak, penjual kereh apa membuat sendiri?' 
bapakku menjawab "Belum tentu, biasanya mereka itu mengambil dari pengrajin kereh untuk dijual"
     Jadi mereka hanya mengambil sebagian keuntungan dari hasil jual benda itu. Menurutmu guys apa dalam sehari ada yang beli dagangannya itu? penjual paruh baya itu hanya membawa dua atau bahkan satu. Saat melewati Jalan Injoko, beliau berjalan dengan membawa sepedanya berharap ada orang yang menghampirinya dan membeli jualannya. Memang berapa harga dagangannya itu ya?
       Pernah aku sengaja mengikuti bapak penjual kereh. Dari kejauhan aku ikuti beliau. Kulihat beliau berhenti dibawah pohon dan duduk beralaskan tangan. Kondisinya yang sudah tidak muda lagi, hanya berpakaian kemeja kusam yang bagiku sudah tidak layak dipakai tanpa memakai jaket dan topi. Beliau tidak memakai sepatu melainkan sandal jepit. Beliau mengambil botol air mineral yang disembunyikan di tengah sepeda. Hanya sekitar lima menitan beliau kemudian beranjak dari tempatnya dan berjalan lagi menyusuri jalan. Saat aku menghampiri, betapa aku tidak tega melihanya. Ternyata beliau seorang kakek tua dan sangat memperihatinkan. Tubuhnya yang tidak terawat lagi di usia tuanya masih harus bekerja.
Saat aku bertanya "Bapak ini dimana rumahnya?" 
beliau menjawab" Saya dari Sepanjang nak" 
Lalu aku bertanya lagi "Ini buat sendiri pak?"
beliau menjawab "ambil dari orang nak, nanti kalau laku setengahnya buat yang punya"
     Beliau hanya membawa maksimal dua buah kereh saja sehari dan belum tentu dalam sehari itu laku. Oh ya, Jalan Sepanjang itu lumayang jauh dari Jalan Injoko. Bapak itu sangat menginspirasi. Dimana anak-anaknya ya? kalau belum ada yang beli seharian beliau makan apa? semangat hidup yang terpancar dari mata beliau dan senyum tipisnya sangat memberikan kekuatan bagiku, entah kalimat apa yang pantas untuk beliau. Bagiku beliau itu lebih istiewa dibandingkan anggota DPR yang kerjanya cuma tidur-tiduran saat sidang soal rakyat. Miris..
    Well, selain penjaga perlintasan kereta api, penjual layah dan penjual kereh (yang terbuat dari bambu) sebenarnya masih ada lagi guys. Cukup tiga contoh tadi semoga sangat menginspirasi dan menyadarkan kita semua tentang "PENTINGNYA BERYUKUR"..

Seperti bunga mawar..
Mereka tumbuh dengan aroma khas..
Mereka tumbuh dengan indah..
Meskipun berduri..
Mereka tetap menampakan merah meronanya..
Begitu juga para pejuang jalanan..
Mereka bukan pengamen bahkan pengemis..
Mereka adalah pejuang rupiah..
Bukan yang hanya sibuk mengkritik parahnya negeri ini..
Tetapi mereka lebih baik membasahi mulut dengan..
do'a dan harapan..
Cukuplah bagi mereka pijakan kaki ini..
Cukuplah bagi mereka cucuran keringat ini..
Cukup untuk membeli sebungkus nasi..
Dan..
Jalanan adalah saksi perjuangan mereka..
Aku yang bersuara dalam rasa syukur..
Aku yang mengagumi mereka dari kejauhan..
Mereka..
Seperti mawar merah..
 http://cdn-ak.f.st-hatena.com/images/fotolife/s/sugi362/20141030/20141030064722.jpg

Semoga tulisan kali ini bisa memberikan inspirasi untuk kita semua..
Jangan berlaku sombong selama kaki masih di atas tanah guys..
Berlakulah bijak selama masih ada kesempatan memberi guys..
Bermanfaat bagi sesama bahkan yang membutuhkan tidak perlu menunggu kaya harta..
Karena belum tentu saat kaya harta melirik mereka..
Lebih benar itu kaya hati..
Perasaan yang selalu rendah hati, down to earth..

Wassalamu'alaikum..
Keep Writing, Always Inspiring# 30DWC

       

1 comment: